Kamis, 06 November 2014

KEPUASAN KERJA DALAM ORGANISASI



Makalah ini Disususun Guna Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Keorganisasian
Dosen Pengampu : Drs. Saliman, M.Pd





PONGKY PRAMESWARI GANESIA
13416241034




JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL A
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014



BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Memasuki era globalisasi saat ini, kompetisi antar perusahaan semakin ketat, karena perusahaan tidak hanya dihapkan pada persaingan dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Menghadapi situasi dan kondisi tersebut, perusahaan harus menentukan strategi dan kebijakan manajemennya, khususnya dalam bidang sumber daya manusia (SDM). Pengelolaan SDM saat ini merupakan suatu keharusan dan bukan lagi merupakan suatu pilihan apabila perusahaan ingin berkembang.
Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi, karena keefektifan dan keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada kualitas dan kinerja sumber daya manusia yang ada pada organisasi tersebut. Kinerja sumber daya manusia (karyawan) yang tinggi akan mendorong munculnya organization citizenshipbehavior (OCB), yaitu perilaku melebihi apa yang telah distandarkan perusahaan (Krietner and Kinicki, 2004).


RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian Kepuasan Kerja ?
2.      Apa saja Pendekatan Teoritis dari Kepuasan Kerja ?
3.      Apa saja Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja ?
4.      Apa Tujuan Seseorang Masuk Organisasi ?
TUJUAN
1.      Mengetahui definisi Kepuasan Kerja.
2.      Mengetahui Pendekatan Teoritis dari Kepuasan Kerja.
3.      Mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja.
4.      Mengetahui Tujuan Seseorang Masuk Organisasi.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Kepuasan Kerja
Steve M. Jex (202:131) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai “tingkat afeksi positif seorang pekerja terhadap pekerjaan dan situasi pekerja.” Bagi Jex, kepuasan kerja melulu berkaitan dengan sikap pekerja atas pekerjaannya. Sikap tersebut berlangsung dalam aspek kognitif dan perilaku. Aspek kognitif kepuasan kerja adalah kepercayaan pekerja tentang pekerjaan dan situasi pekerjaan: bahwa pekerja yakin bahwa pekerjaannya menarik, merangsang, membosankan atau menuntut. Aspek perilaku pekerjaan adalah kecenderungan perilaku pekerja atas pekerjaannya yang ditunjukkan lewat pekerjaan yang dilakukan, terus bertahan di posisinya, atau bekerja secara teratur dan disiplin.
Kepuasan kerja biasanya didefinisikan sebagai tingkat pengaruh positif karyawan terhadap pekerjaannya atau situasi pekerjaan (Locke, 1976: Spector, 1977). Pengaruh positif pada definisi ini dapat ditambahkan komponen kognitif dan perilaku, hal ini sesuai dengan cara psikologis sosial mendefinisikan sikap (Zanna and Rempel, 1988). Kepuasan kerja nyatanya adalah sikap karyawan teradap pekerjaannya.
Aspek kognitif dari kepuasan kerja merupakan keyakinan karyawan tentang pekerjaannya, yaitu keyakinan bahwa pekerjaannya menarik, tidak menarik, banyak tuntutan dan sebagainya. Aspek kognitif ini tidak bebas dari aspek afektif yaitu sangat terkait dengan perasaan dari pengaruh positif
Komponen perilaku merupakan perilaku karyawan atau lebih sering kecenderungan perilaku terhadap pekerjaannya. Tingkat kepuasan kerja karyawan juga menjadi nyata oleh fakta bahwa ia mencoba untuk mengikuti pekerjaan secara teratur, bekerja keras, dan berniat tetap menjadi anggota organisasi untuk waktu yang lama. Dibanding komponen kognitif dan afektif dari kepuasan kerja, komponen perilaku sedikit informative, karena sikap tidak selalu sesuai dengan perilaku, seperti seorang tidak suka dengan pekerjaannya tetapi tetap sebagai karyawan karena alasan finansial.
Barbara A. Fritzsche and Tiffany J. Parrish (2005:108) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai “... variabel afektif yang merupakan hasil dari pengalam kerja seseorang.” Fritzche and Parrish juga mengutip Locke (1976) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah “... keadaan emosional yang positif dan menyenangkan yang dihasilkan dari pengahargaan atas pekerjaan atau pengalam kerja seseorang.” Singkatnya, kepuasan kerja dapat menceritakan sejauh mana seseorang menyukai pekerjaannya.
As’ad (2004:104) menutip definisi atau pengertian kepuasan kerja, antara lain :
1.      Menurut Wexley and Yukl (1977) yang disebut kepuasan kerja ialah “is the way an employee feels about his her job.” Ini berarti kepuasan kerja sebagai “perasaan seseorang terhadap pekerjaan.”
2.      Vroom (1964) dikatakan sebagai “refleksi dari job attitude yang bernilai positif.”
3.      Hoopeck menarik kesimpulan setelah mangadakan penelitian terhadap 309 karyawan pada suatu perusahaan di New Hope Pennsylvania USA bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaan-pekerjaan secara keluruhan memuaskan pekerjaannya.
4.      Menurut Tiffin (1958) berpendapat bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawan.
5.      Kemudian Blum (1956) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umu yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekarjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individual di luar kerja.
B.     Pendekatan Teoritis dari Kepuasan Kerja
Terdapat tiga pendekatan umum untuk menjelaskan perkambangan kepuasan kerja:
1.      Pendekatan Karakteristik Pekerjaan
2.      Pendekatan Proses Informasi Sosial
3.      Pendekatan Disposisional
Menurut pendekatan karakteristik pekerjaan, kepuasan kerja ditentukan terutama oleh sifat pekerjaan karyawan atau oleh karakteristik organisasi di mana mereka bekerja. Kepuasan kerja sangat ditentukan oleh perbandingan : apa yang pekerjaan berikan untuk mereka dan apa yang mereka berikan untuk pekerjaan. Setiap aspek seperti gaji, kondisi kerja, pengawasan memberi kontribusi untuk penilaian kepuasan kerja (Hulin 1991). Locke, 1976 mengusulkan yang dikenal sebagai range of affect theory, premis dasar dari range of affect theory adalah bahwa aspek pekerjaan yang berbeda dipertimbangkan ketika karyawan membuat penilaian tentang kepuasan kerja. Pendekatan karakteristik pekerjaan yang sangat mendarah daging terhadap kepuasan kerja dalam psikologi organisasi (Campion and Thayer, 1985; Griffin, 1991; Hackman and Oldham, 1980).
Teori proses informasi sosial (Salancik and Pfeffer, 1977, 1978) mengusulkan dua mekanisme utama dimana karyawan mengembangkan rasa puas atau tidak. Mekanisme pertama menyatakan karyawan melihat perilaku mereka secara retrospektif dan membentuk sikap seperti kepuasan kerja untuk memahaminya teori ini didasari pada Bem’s, 1972 dengan Self-Perception Theory. Mekanisme lain yang paling dekat dengan teori proses informasi sosial adalah bahwa karyawan mengembangkan sikap seperti kepuasan kerja melalui pengolahan informasi dari lingkungan sosial, teori ini didasari pada Festinger’s, 1954 denga Social Comparison Theory, yang menyatakan bahwa orang sering melihat ke orang lain untuk menafsirkan dan memahami lingkungan.
Pendekatan yang paling baru untuk kepuasan kerja didasari pada disposisi internal. Premis dasar dari pendekatan dispositional terhadap kepuasan kerja adalah bahwa bebrapa karyawan mempunyai kecenderungan menjadi puas atau tidak dengan pekerjaannya, terlepas dari sifat pekerjaan atau organisasi dimana mereka bekerja. Penelitian dari pendekatan ini diantaranya yang dilakukan oleh Weitz, 1952 tentang kecenderungan afektif individu berinteraksi denga kepuasan kerja yang berdampak omset. Staw and Ross, 1985 menyelidiki kestabilan kepuasan kerja diantara sampel pekerja pria, penelitian ini mendapatkan bahwa ada korelasi antara kepuasan kerja pada suatu waktu, dan kepuasan kerja tujuh tahun kemudian.
Ketiga pendekatan diatas secara bersama-sama menentukan kepuasan kerja atau dengan kata lain kepuasan kerja adalah fungsi bersama dari karakteristik pekerjaan, proses informasi sosial dan pengaruh disposisional.
C.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu (Moh. As’ad, 1995:115-116):
1.      Faktor psikologi, merupakan faktor yang berhubungan dengan kajiawaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan ketrampilan.
2.      Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antar sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
3.      Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.
4.      Faktor finansial, merupakn faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.
D.    Pengukuran Kepuasan Kerja
Dimensi Pengukuran Kepuasan Kerja
            Dalam meneliti kepuasan kerja, peneliti harus menggunakan ukuran. Ukuran suatu konsep adalah variabel. Variabel satu dengan variabel lain ditentukan berdasarkan dimensi konsep. Dimensi pengukuran kepuasan kerja cukup bervariasi. Stephen Robbins mengajukan empat variabel yang mampu mempengaruhi kepuasan kerja seseorang yaitu (Jex. 2002:192-193) :
1.      Pekerjaan menantang secara mental
2.      Reward memadai
3.      Kondisi kerja mendukung
4.      Kolega mendukung
Pekerjaan yang menantang secra mental, pekerja cenderung memiliki pekerjaan yang memberikan kesempatan mereka menggunakan keahlian dan kemampuan serta menawarkan variasi tugas, kebebasan, dan umpan balik seputar sebaik mana pekerjaan yang mereka lakukan. Pekerjaan yang kurang menantang cenderung membosankan, sementara pekerjaan yang terlalu menantang cenderung membuat frustasi dan rasa gagal. Di bawah kondisi moderat menantang, sebagian besar pekerja akan mengalami pleasure dan kepuasan.
Reward yang memadai, kecenderungan pekerja dalam menginginkan sistem penghasilan dan kebijakan promosi yang diyakini adil, tidak mendua, dan sejalan dengan harapan. Saat pekerja menganggap bahwa penghasilan yang diterima setimpal dengan tuntutan pekerjaan, tingkat keahlian, dan sama berlaku bagi pekerja lainnya, kepuasan akan muncul. Tidak semua pekerja mencari uang, dan sebab itu promosi merupakan alternatif lain kepuasan kerja. Banyak pula pekerja yang mencari kewenangan, promosi, perkembangan pribadi, dan status sosial.
Kondisi kerja yang mendukung, perhatian pekerja pada lingkunga kerja, baik kenyamanan ataupun fasilitas yang memungkinkan mereka melakuakan pekerjaan secara baik. Studi-studi membuktikan bahwa pekerja cenderung tidak memiliki lingkungan kerja yang berbahaya atau tidak nyaman. Temperatur, cahaya, dan faktor-faktor lingkungan lain tidaklah terlampau ekstrim. Mereka juga cenderung bekerja di lokasi yang dekat rumah,menggunakan fasilitas modern, serta peralatan kerja yang mencukupi.
Kolega yang mendukung, pekerja, selain bekerja juga mencari kehidupan sosial. Tidak mengejutkan bahwa dukungan rekan kerja mampu meningkatakan kepuasan kerja seorang pekerja. Perilaku atasan juga sangat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Studi membuktikan bahwa kepuasan kerja meningkat tatkala supervisor dianggap bersahabat dan mau memahami, melontarkan pujian untuk kinerja bagus, mendengarkan pendapat pekerja, dan menunjukkan minat personal terhadap mereka.
            Penilaian Tingkat Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja sangat bervariasi, baik dalam segi analisa statistikanya maupun pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari kepuasan kerja bisa melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket maupun dengan pertemuan suatu kelompuk kerja. Kalau menggunakan tanya jawab sebagai alatnya maka keryawan diminta untuk merumuskan tentang perasaanya terhadap aspek-aspek pekerjaan. Cara lain dengan mengamati sikap dan tingkah laku irang tersebut (Moh. As’ad, 1995:116)
Penilaian kepuasan kerja seorang karyawan terhadap seberapa puas atau tidak puasnya dia dengan pekerjaannya merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain. Ada dua pendekatan yang paling banyak digunakan yaitu (Stephen P. Robbins, 2003:101-102):
1.      Angka nilai global tunggal
Metode ini meminta individu untuk menjawab satu pertanyaan, misalnya “bila semua hal dipertimbangkan, seberapa puaskah anda dengan pekerjaan anda?” kemudian responden menjawab dengan melingkari suatu bilangan jawaban satu sampai lima yang berpadanan dengan jawaban dari “sangat dipuaskan” sampai “sangat tidak dipuaskan.”
2.      Skor penjumlahan yang tersusun atas aspek kerja
Metode ini lebih canggih yaitu dengan mengenali unsur-unsur utama dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan mengenai tiap unsur tersebut, misalnya tentang sifat dasar pekerjaan, penyedia upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja
            Tujuan Pengukuran Kepuasan kerja
                        Tujuan pengukuran kepuasan kerja bagi karyawan adalah :
                        Mengidentifikasi kepuasan karyawan secara keseluruhan, termasuk kaitannya dengan tingkat urutan prioritasnya (urutan faktor atau atribut tolak ukur kepuasan yang dianggap penting bagi karyawan). Prioritas yang dimaksud dapat berbeda antara para karyawan dari berbagai bidang dalam organisasi yang sama dan antara organisasi yang satu dengan yang lainnya.
                        Mengetahui persepsi setiap karyawan terhadap organisasi atau perusahaan. Sampai seberapa dekat persepsi tersebut sesuai dengan harapan mereka dan bagaimana perbandingannya dengan karyawan lain.
                        Mengetahui atribut-atribut mana yang termasuk dalam kategori kritis (Critical Performent Attibutes) yang berpengaruh secra signifikan terhadap kepuasan karyawan. Atribut yang bersifat kritis tersebut merupakan prioritas untuk diadakannya peningkatan kepuasan karyawan.
                        Apabila memungkinkan perusahaan atau instansi dapat membandingkanya dengan indeks milik perusahaan atau instans saingan atau yang lainnya (Kuswandi, 2004:55-56)
E.     Tujuan Seseorang Masuk Organisasi
1.      Kemampuan Menyelesaikan Masalah
Hal ini salah satu nilai tambah yang didapatkan seseorang dengan aktif di organisasi. Seseorang akan terbiasa dalam menyelesaikan masalah kecil, hingga masalah yang lebih besar dengan mudah karena telah terbiasa menyelesaikan masalah.
2.      Kemampuan Menentukan Pilihan Terbaik Dan Menentukan Prioritas
Mereka yang aktif di organisasi dilatih untuk padai memilah masalah. Mana masalah yang sangat penting, mana masalah yang sudah dikejar deadline, mana masalah yang tidak terlalu penting, mana masalah yang dapat diselesaikan suatu saat nanti. Semakain lama dan semakin banyak masalah yang berhasil disortir, maka kemampuan ini akan semakin terasah, semakin sering menyelesaikan masalah ini, maka intuisi untuk menentukan prioritas akan semakin terasah.
3.      Teman, Kolega, Sahabat, Partner
Organisasi adalah wadah orang berinteraksi beradu pemikiran, menyampaikan ide-ide, berkomunikasi satu sama lain agar maksud yang ingin disampaikan dapat diterima oleh anggota organisasi lainnya. Intensitas diskusi, sharing, komunikasi inilah yang nantinya akan memunculakan ikatan pertemanan, ikatan emosional, persahabatan dan lain-lain. Banyak pertemanan dan persahabatan akrab berwal dari organisasi. Banyak rekanan yang cocok, partner yang pas di kemudian hari dimulai dari kedekatannya di satu organisasi tertentu.
4.      Koneksi (Konektivitas), Jejaring Sosial (Sosial Network), Jejaring Kerja (Job Network)
Aktif berorganisasi, artinya punya kesempatan mendapatkan banyak teman, punya kesempatan mengenal banyak orang, punya kesempatan berinteraksi dengan berbagai lembaga. Dari interksi-interaksi itulah orang yang berorganisasi dapat mengumpulkan jaringan dan koneksinya. Perteman yang baik saja dapat menjadi sebuah koneksi yang bagus di kemudian hari.
5.      Keahlian Spesifik
Keahlian spesifik yang dimaksud menjurus pada suatu keahlian khusus. Dan pendalamannya harus dengan latihan yang terus menerus. Seorang yang aktif di organisasi-organisasi tertentu bisa saja menjadi ahli di bidangnya. Banyak bidang-bidang dalam sebuah organisasi khususmembutuhkan orang yang benar-benar ahli.
6.      Uang / Materi
Jika kita berbicara di organisasi non komersial, memang sebaiknya uang tidak menjadi tujuan dalam organisasi. Menjadikan uang sebagia tujuan masuk organisasi “dikatakan” sebagai tujuan yang kurang etis. Namun tak mustahil, ada juga percikan materi yang bisa kamu dapatkan jika profesional megelolaorganisasi semacam ini.
7.      Jabatan, Posisi, Kekuasaan
Dalam organisasi ada jabatn-jabatan strategis dan bergengsi. Biasanya posisi-posisi ketua, pemimpin, direktur, dan posisi teraras lainnya banyak menjadi incaran orang. Namun ada juga yang secara sengaja tidak mengincar posisi tertinggi.
8.      Popularitas
Salah satu yang menarik minat orang untuk berorganisasi adalah ingin dikenal orang lain.
9.      Latihan Belajar Untuk Mampu Berbicara Menyampaikan Pendapat, Ide, Dan Gagasan Pada Orang Lain
Banyak orang yang punya ide cemerlang, tapi ragu untuk menyampaikan kepada orang lain. Biasanya terbentur oleh rasa kurang percaya diri, atau kemampuan bicara yang dirasa kurang. Di organisasi, akan mempunyai kesempatan yang lyas untuk beljar berbicara. Mulai dari forum-forum kecil, sampai forum yang melibatkan ratusan, bahkan ribuan orang.
10.  Latihan Dan Belajar Sendiri Cara Berdiplomasi, Bernegosiasi, Melobi, Atau Mempengaruhi Orang Lain Secara Persuasif
Ini adalah soft skill yang langka. Tidak semua orang bisa melakukannya. Pendekatan persuasif cenderung lebih efektif  dalam menyelesaikan maslah. Walaupun prosesnya butuh kesabaran dan perhitungan yang cermat. Di organisasi, teknik bernegosiasi, diplomasi dan lobi dapat dipelajari secara otodidak.
11.  Kemampuan Administrasi, Struktural, Prosedural
Di organisasi, kamu akan melihat dan merasakan langsung bagaimana berhadapan dengan struktur-struktur dalam organisasi, bagaimana berhadapan dengan prosedur-prosedur baku dalam organisasi, bagaimana pengurusan dan pengolahn administrasi dalam suatu organisasi.
12.  Belajar Menjadi Pemimpin Memimpin Sebuah Tim
Menjadi ketua dalam organisasi belum tentu menjadi pemimpinnya. Ada juga organisasi yang menempatkan seseorang dalam posisi ketua, namun itu hanya jabatan formal. Ada seseorang yang lain lagi mengontrol gerak organisasi tersebut, inilah yang dimaksud dengan pemimpin. Dalam organisasi biasanya masih menganut “primus interpares”, siapa yang memiliki kecakapan paling bagus, dialah yang dianggap pemimpin oleh organisasi tersebut.
13.  Kemampuan Untuk Memahami Karakter Orang Lain
Bertemu, berkomunikasi, dan berdiskusi dengan banyak orang dalam sebuah organisasi, maupun lintas organisasi, perlahan kamu akan mempelajari berbagai karakter manusia. Di organisasi, dimana anggotanya berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, punya tujuan pribadi yang tidak sama juga misalnya, pemahaman terhadap karakter seseorang menjadi sangat penting.
14.  Kemampuan Untuk Menghargai Pendapat Atau Gagasan Orang Lain
Ada banyak ide yang muncul dari bergam kepala manusia dalam sebuah organisasi. Menyatukan gagasan itu menjadi sebuah keputusan bersama bukanlah hal yang mudah, meski itu adalah sesuatu yang sangat mungkin. Banyaknya diskusi dalam sebuah organisasi akan melatih masing-masing anggotanyaa untuk menghargai pendapat/gagasan anggota lain.
15.  Kemampuan Untuk Berkorban Mendahulukan Kepentingan Bersama Diatas Kepentingan Pribadi
Dalam organisasi, masing-masing anggotanya dilatih untuk berkorban, dilatih untuk mendahulukan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi. Semakin banyak latihannya, maka orang yang tergabung dalam organisasi akan semkain peka/sensitif pada urusan bersama. Hal ini dirasakan, dipelajari secara mandiri, mulai dari tingakat pengorbanan yang kecil hingga tingkat pengorbanan yang tak terkira.


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
          Steve M. Jex (2002:131) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai “tingkat afeksi positif seorang pekerja terhadap pekerjaan dan situasi pekerjaan.” Kepuasan kerja melulu berkaitan dengan pekerja atas pekerjaannya. Sikap tersebut berlangsung dalam aspek kognitif dan perilaku. Aspek kognitif kepuasan kerja adalah kepercayaan pekerja tentang pekerjaan dan situasi pekerjaan.
          Teori kepuasan kerja adalah sebagai berikut :Teori Proses informasi sosial (Salancik and Pfeffer, 1977, 1978) mengusulkan dua mekanisme utama dimana keryawan mengembangkan rasa puas atau tidak. Self-Perception Theory (Festinger’s, 1954). Karyawan mengembangkan sikap seperti kepuasan kerja melalui pengolahan informasi dari lingkungan sosial, yang menyatakan bahwa orang sering melihat ke orang lain untuk menafsirkan dan memahami lingkungan.
          Faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja menurut Blum (1956) sebagai berikut :
1.      Faktor individual, misalnya umur, kesehatan, watak, dan harapan
2.      Faktor sosial, misalnya hubungan kekeluargaan dan pandangan masyarakat
3.      Faktor utama dalam pekerjaan, misalnya upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja dan kesempatan untuk maju.
          Tujuan Seseorang Masuk Organisasi: Kemampuan Menyelesaikan Masalah, Kemampuan Menentukan Pilihan Terbaik Dan Menentukan Prioritas, Teman, Kolega, Sahabat, Partner, Koneksi (Konektivitas), Jejaring Sosial (Sosial Network), Jejaring Kerja (Job Network), Keahlian Spesifik, Uang / Materi, Jabatan, Posisi, Kekuasaan, Popularitas, Latihan Belajar Untuk Mampu Berbicara Menyampaikan Pendapat, Ide, Dan Gagasan Pada Orang Lain, Latihan Dan Belajar Sendiri Cara Berdiplomasi, Bernegosiasi, Melobi, Atau, Kemampuan Administrasi, Struktural, Prosedural, Belajar Menjadi Pemimpin Memimpin Sebuah Tim, Kemampuan Untuk Memahami Karakter Orang Lain, Kemampuan Untuk Menghargai Pendapat Atau Gagasan Orang Lain, Kemampuan Untuk Berkorban Mendahulukan Kepentingan Bersama Diatas Kepentingan Pribadi.

DAFTAR PUSTAKA
Barbara A. Fritzsche and Tiffany J. Parrish, “Theory and Research on Job Satisfaction” dalam Steven Douglas Brown and Robert William Lent, eds., Career Development and Counseling: Putting Theory and Research to Work, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2005.)
Darmawati, Arum dkk. 2013. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior. Yogyakarta: Jurnal Economia.
Enviroleeb.wordpress.com
Kuswandi. 2004. Cara Mengukur Kepuasan Kerja Karyawan. Jakarta: PT ElexMedia Komputindo
Moh. As’ad. 1998.  Psikologi Industri. Yogyakarta : LIBERTY
P. Robbin, Stephen. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta : PT INDEKS kelompok Gramedia
Steve M. Jex, Organizational Psychology: A Scientist Practitioner Approach. New York : John Wiley & Sons, 2002
Wexley, K.N., Yuku, G.A., 1977, Organization Behavior And Personal Psychologi, Richard D, Irwin Inc., Homewood, Illinois.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar